Thursday 22 October 2015

[Review] Bi! by Fei





Judul                       : Bi!
Penulis                    : Fei
Penerbit                  : Penerbit Haru
Tahun Terbit            : 2013
Cetakan                  : Pertama
Spesifikasi              : 19 cm, 280 halaman
Jumlah Bab             : 17 (termasuk prolog dan epilog)
Harga                     : Rp.45.000,-
Durasi Baca             : 17-21 Oktober 2015
Kepemilikkan          : Meminjam dari Dhenda Fildza
Rate                       : 4.5 of 5 ^^
.
.
Sinopsis;


“Hoi! Hoi! Maafkan aku. Aku benar-benar tidak bermaksud menakutimu,” ucapnya penuh penyesalan.
Lagi-lagi ia ceroboh menampakkan wujud aslinya. Tidak mudah memang untuk mencoba bergaul dengan manusia ketika dirinya memiliki sepasang bola mata yang mencuat, kulit wajah yang kemerahan, serta sepasang tanduk di kepala. Gadis yang melihatnya malah pingsan ketakutan. Padahal gadis ini baru saja membebaskannya dari sebuah bel angin yang mengurungnya selama 400 tahun. Ia harus segera mengubah wujudnya agar bisa diterima manusia.


Pemuda berwajah cantik itu bilang dia adalah ‘dokkaebi’ dan mengaku bernama ‘Bi!’. Dia pasti pemuda gila, kan? Di dunia modern begini siapa sih yang percaya kalau dokkaebi—makhluk yang terdapat di cerita dongeng Korea—itu benar-benar ada?
Parahnya lagi, dokkaebi itu bertekad membalas dendam pada Jo Hyuk—teman Min Jeong sejak kecil—yang menurutnya telah menyebabkannya dikurung selama empat ratus tahun. Min Jeong tahu ia harus segera bertindak!


.
.
.

Hal ini dirasanya benar-benar tidak masuk akal. Kenapa ia harus terlibat dengan hal aneh seperti ini? Memang apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini sebenarnya hanya sebuah mimpi yang sangat panjang? Andai saja demikian, mimpi ini terasa begitu nyata (p.113).


Min Jeong adalah seorang gadis pekerja keras dan mandiri. Sudah lama ia tidak menggantungkan hidupnya pada orang lain. Ibunya sudah meninggal dan ayahnya larut dalam kebiasaan judi dan mabuk. Ia hanya memiliki Hyuk, sahabat lelakinya sejak kecil dan Ae Ri, yang memiliki perasaan pada Hyuk. Cerita dimulai ketika ia mendapatkan sebuah bel angin dari bibi Song. Ketika Min Jeong hendak memasangkan bel angin itu pada hanok—rumah tradisional Korea—nya, ia tak sengaja melukai dirinya dan terhuyung jatuh. Namun, sosok yang muncul dari bel angin tersebut menolongnya. Sosok yang membuatnya langsung pingsan ketika melihatnya. Dokkaebi (semacam goblin), yang mengaku bernama Bi. Semuanya semakin rumit ketika Min Jeong mengetahui bahwa Bi memiliki dendam pada Lee Gyeon, seorang lelaki di masa lalu yang sangat mirip dengan sahabatnya, Hyuk.


“Memangnya kau tidak akan dendam pada seseorang yang telah membuatmu dikurung di dalam bel angin jelek selama empat ratus tahun?” (p. 64)


Bi sendiri merasa kaget dengan perubahan yang terjadi di dunia ini. Banyak yang berubah—cara orang berpakaian, cara bicaranya. Ia yang sudah dikurung selama 400 tahun tentu saja merasa cukup kaget. Untuk menyesuaikan diri, ia pun merubah wujudnya menjadi seorang cowok ulzzang. Namun, dengan segala perubahan yang ada, Bi tidak pernah melupakan dendamnya pada Gyeon—Hyuk. Min Jeong yang mengetahui hal itu berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan Hyuk. Ia menyuruh Hyuk untuk tidak pernah menemuinya lagi dan menghubunginya lewat Ae Ri. Ia bahkan mencarikan mudang (dukun shaman) untuk mengusir Bi demi menyelamatkan lelaki itu.


Ya, melihat sorot matanya saat ia menerjang Hyuk, Min Jeong tahu Bi mungkin bahkan sadar bisa sampai membunuh Hyuk. Dan Min Jeong tidak mau itu terjadi (p. 68)


Untuk menahan Bi sendiri, Min Jeong mengancam makhluk itu dengan kacang merah (Dokkaebi takut pada benda itu) dan membuat perjanjian dengan Bi agar menunda pembalasan dendamnya sampai Min Jeong selesai menyelediki semua masalahnya. Karena itulah, sampai menunggu waktu pembalasan dendamnya, Bi memutuskan untuk tinggal bersama Min Jeong dan di depan ayah gadis itu, Bi berpura-pura menjadi pegawainya. Semakin lama Bi tinggal di dunia baru ini, ia semakin bersemangat untuk melakukan banyak hal yang bahkan Min Jeong tak pernah lakukan—berpakaian modis, bermain game online, clubbing.


“Kau senang hidup, Bi? Apa kau puas dengan hidupmu?”
“Tentu saja,” jawab Bi sambil memandang Min Jeong dengan tatapan ‘pertanyaan-bodoh-macam-apa-sih-itu’. “Memangnya kau tidak senang hidup? Kau tidak puas dengan hidupmu? Hidup ini kan menyenangkan.”


Semakin Min Jeong dekat dengan Bi, semakin banyak hal yang berubah dalam dirinya, juga hidupnya. Ia semakin terbiasa dengan kehadiran makhluk itu. Bi bukan hanya membantunya dalam pekerjaan, tapi dalam urusan personalnya. Bahkan, dengan keberadaan dan bantuan Bi, ayah Min Jeong bisa berubah lebih terbuka dan perlahan-lahan, jarak Min Jeong dengan ayahnya yang sudah lama begitu renggang, kini semakin terpupus.


Mungkin saja, mungkin penolakan Min Jeong ini merupakan bentuk pertahanan dirinya. Sebuah jarak yang sengaja diciptakannya sendiri dari orang di sekitarnya untuk melindungi dirinya. Seperti landak yang memunculkan duri-durinya ketika ia merasa terancam. Seperti kura-kura yang memilih masuk dalam tempurung ketika dipegang orang asing (p.212).


Semuanya berubah ketika Bi, yang merasa sudah akrab dengan Min Jeong, menceritakan masa lalunya—bagaimana ia bisa dikurung dalam bel itu. Setelah mengetahui hal tersebut, Min Jeong kerap melihat kilasan-kilasan dari masa lalu. Kilasan-kilasan tersebut membuat Min Jeong bertanya-tanya, apakah yang terjadi pada Bi dan Hyuk di masa lalu? Dan apa kaitan semua itu dengan dirinya?

Lalu … apakah Bi berhasil membalaskan dendamnya pada Hyuk?
.
.
.
.

“Bi, bagaimana kau bisa membenci orang sebegitu lama? Aku merasa lama-lama mulai lelah. Semakin lama aku jadi semakin tidak ingat apa yang menjadi pokok permasalahannya. Apa yang selama ini benar dan salah, apa yang diperjuangan dan diperdebatkan, rasanya …, lama-lama semuanya semakin hari jadi semakin kabur dan tidak berarti. Tapi, kenapa sulit sekali untuk mundur dan melepas semuanya?

.
.


Baca selengkapnya pada novel Bi! karya Fei ini! ^^


.
.
Bi! adalah novel debut dari Kak Fei—setelah sebelumnya lebih banyak berkolaborasi dengan penulis lain. Sebelum membaca novel ini, saya pernah membaca tulisan Kak Fei di novel Intertwine dan saya cukup kaget ketika menyadari betapa berbedanya Bi! ini.
Gaya tulisan Kak Fei dalam novel ini memang tidak jauh berbeda dengan tulisannya di Intertwine. Tapi, cara Kak Fei mengolah idenya ini menurutku sangat mengejutkan. Ide yang diambil tidak mainstream dan dengan gaya tulisan Kak Fei yang tidak bertele-tele dan cukup menyenangkan, premis yang ditawarkannya menurutku bisa dieksekusi dengan baik.
Ide mengenai mitos dokkaebi dari Korea Selatan ini menurut saya menarik. Well, saya belum pernah membaca novel remaja yang mengusung mitos di dalamnya, apalagi mitos dari negeri seberang sana. Saya kira riset yang dilakukan Kak Fei cukup baik. Saya yang tidak pernah mendengar soal dokkaebi kini bisa mendapatkan gambaran cukup jelas tentang makhluk gaib yang satu itu. Penggambaran dokkaebi pada Bi! oleh Kak Fei ini menurut saya sangat alami, tidak terlihat dipaksakan ada pada cerita—semuanya mengalir begitu saja bersamaan dengan perkembangan plot itu sendiri.
Plotnya sendiri mengalir dengan baik. Saya pribadi menyukai bagaimana Kak Fei mengembangkan berbagai konflik-konflik dari konflik utama. Konflik-konflik lain yang muncul secara bertahap membuat pembaca semakin penasaran. Diawali dengan konflik Bi yang ingin membalaskan dendamnya, hingga muncul masalah-masalah lain seperti cara Min Jeong untuk menahan Bi, urusan keluarga Min Jeong, hingga masalah hubungan pertemanan antara Min Jeong, Ae Ri dan Hyuk sendiri. Selalu ada saat dimana pembaca dibawa tersenyum akan interaksi antara karakternya, ada pula saat dimana pembaca tegang dengan konflik yang ada, bingung dengan apa yang terjadi sebenarnya dan hal-hal itu yang membuat plot yang disuguhkan begitu menarik dan dinamis. Saya pribadi tidak dapat menebak alur cerita ini akan dibawa kemana—atau apa yang akan terjadi selanjutnya, namun saya menyukai alur yang dibuat Kak Fei ini. Saya juga suka bagaimana elemen-elemen kecil yang disinggung ternyata memiliki hubungan satu sama lain sehingga menjadikannya sebuah kesatuan cerita yang utuh ^^ tidak ada pertanyaan yang tidak terjawab, semua detail cerita ini bisa tergambarkan dengan baik sehingga ketika selesai membaca buku ini, kita bisa menutupnya dengan lega tanpa ada pertanyaan lagi yang menggantung ^^
Karakterisasi yang ditampilkan tokoh utamanya sangat kuat. Min Jeong adalah pribadi yang cukup ‘dingin’, tidak peka, keras kepala, tapi sangat peduli pada temannya dan juga pekerja keras. Bi sendiri—walaupun adalah sosok dokkaebi yang menyeramkan—tapi kepribadiannya yang riang dan asyik membuatnya cepat beradaptasi dengan dunia baru. Lucu sekali ketika membayangkan Bi—yang padahal sosok gaib—suka clubbing  dan bermain game online ^^ seiring dengan plot yang berkembang, pembaca bisa mengetahui karakter Bi yang walaupun diliputi dendam, tapi sebenarnya Bi itu sosok yang supel dan perhatian ^^ interaksi antara Bi dan Min Jeong cukup manis dan membuat geregetan. Mereka memang berada dalam dilema karena masing-masing memiliki tujuan sendiri, namun menurutku itulah yang menjadikan cerita ini begitu dinamis. Ayah Min Jeong, Ae Ri dan Hyuk sendiri memiliki karakter yang cukup menonjol. Saya suka bagaimana tokoh-tokoh pelengkap ini tidak benar-benar hanya menjadi sekadar ‘pelengkap’ saja, tapi juga memiliki peran yang cukup besar dan penting dalam perkembangan cerita ini.
Hampir tidak ada elemen yang mengganggu ketika saya membaca kisah ini. Penggunaan bahasa Korea pada beberapa kesempatan saya kira cukup membantu pembaca dalam membangun setting Korea. Namun, satu-satunya yang kurang berkenan bagi saya ketika membaca cerita ini adalah klimaksnya sendiri. Penyelesaian konflik utamanya menurut saya terlalu datar, terlalu mudah. Padahal dengan latar belakang konflik yang begitu dalam, pembangunan plot yang sudah baik, seharusnya penyelesaian konflik bisa dituliskan dengan lebih detail dan mengajak pembaca merasakan emosi tokoh-tokoh yang berkaitan :’)
Tapi, terlepas dari itu, tulisan Kak Fei dalam novel sangat menyenangkan untuk dibaca. Saya akan dengan senang hati menunggu tulisan Kak Fei selanjutnya yang saya harap bisa membawa ide-ide segar dan eksekusi yang baik seperti ini lagi ^^ baiklah dari karya ini, saya ingin menyampaikan nilai penting yang saya dapatkan bahwa—menyimpan dendam pada seseorang itu hanya akan melelahkan diri kita dan menghalangi kita untuk melihat dan menikmati hal-hal indah yang sebenarnya ada di balik kata ‘memaafkan’ :”))
.
.
.
.
Baiklah, sekian review novel Bi! dari saya!
Tertarik untuk membaca novelnya? BURUAN BACAAA! :”)))))
Sudah membacanya? Yuk atuh kita FANGIRLING-an! :”)))))))))))
.
.
.

“Kalau kau mau mendengarku, tidak perlu menolaknya, Agassi. Karena semakin kau menolak, sama saja dengan kau mengingkari dirimu sendiri. Dia berasal darimu, maka bisa dikatakan dia adalah bagian darimu.” (p. 95)

.
.

Me:
IT'S UNEXPECTED GOOD BOOK!



Open to Fangirl:
dokkaebi di korea:
ng ......
dokkaebi di tangan kak Fei:
HASTAGAAAAA
ME:
OK TAECYON EXPRESSION REALLY LIKE MINE



Monday 19 October 2015

[Review] People Like Us by Yosephine Monica




Judul                     : People Like Us
Penulis                   : Yosephine Monica
Penerbit                : Penerbit Haru
Tahun Terbit          : 2014
Cetakan                : Pertama
Spesifikasi             : 19 cm, 330 halaman
Jumlah Bab           : 17 (termasuk prolog dan epilog)
Harga                    : Rp. 54.000,-
Durasi Baca           : 11 Oktober 2015
Kepemilikkan        : Meminjam dari Dhenda Fildza
Rate                     : 4.75 of 5 ^^
.
.
Sinopsis;


Akan kuceritakan sebuah kisah untukmu.
Tentang Amy, gadis yang tak punya banyak pilihan dalam hidupnya.
Serta Ben, pemuda yang selalu dihantui masa lalu.

Sepanjang cerita ini, kau akan dibawa mengunjungi potongan-potongan kehidupan mereka. Tentang impian mereka,
tentang cinta pertama,
tentang persahabatan,
tentang keluarga,
juga tentang … kehilangan.

Mereka akan melalui petualangan-petualangan kecil, sebelum salah satu dari mereka harus mengucapkan selamat tinggal.

Mungkin, kau sudah tahu bagaimana cerita ini akan tamat.

Aku tidak peduli.
Aku hanya berharap kau membacanya sampai halaman terakhir.

Kalau begitu, kita mulai dari mana?


.
.

Karena akan ada kemungkinan Ben akan menggelengkan kepala dan berkata bahwa selama ini dia tak pernah mengingat Amy … dan Amy takut itu akan membuat hatinya hancur. (p. 25).


Amelia Collins, atau dalam kisah ini biasa disebut Amy, adalah seorang remaja yang tidak terlalu menonjol. Orang-orang mengingatnya sebagai penulis cerita-cerita yang tak memiliki akhir, dan bahwa dia menyukai teman seangkatan mereka, Ben Miller. Ben adalah cinta pertama Amy, mereka bertemu di kursus musik yang sama untuk kemudian berpisah—Ben dan keluarganya pindah ke kota lain. Waktu berjalan lambat untuk Amy dan ketika memasuki jenjang pendidikan berikutnya, mereka dipertemukan kembali. Amy mendapati dirinya tetap jatuh cinta pada Ben, cinta pertamanya, sekaligus cinta terakhirnya.


Dulu, dulu sekali, ada sebuah ide yang sekilas melintas di otak Ben: harapan agar Amelia Collins lebih baik menghilang, atau—yang lebih ekstrem—tidak pernah ada di dunia ini (p. 38).


Ben sendiri adalah seorang remaja yang memiliki masa lalu kompleks, membuatnya cenderung bersikap tidak menyenangkan. Ben tidak mengingat Amy sebagaimana Amy mengingatnya. Ben tidak menyukai bagaimana Amy menyukainya—bahkan hingga menguntitnya. Dia tidak pernah memedulikan Amy hingga bisik-bisik bahwa Amy sakit sampai pada telinganya.


Tak ada yang tahu bahwa ini adalah sebuah awal. Awal dari sebuah akhir (p. 31).


Lana dan Zach, teman Amy, menawarkan Ben untuk ikut menjenguk Amy. Dengan penuh keengganan, Ben pun menyetujuinya. Pertemuan awal mereka begitu canggung, begitu pun pada pertemuan berikutnya. Tapi, ketika Ben memutuskan untuk membaca karya Amy, sesuatu dalam dirinya muncul. Suatu impian yang sempat ia kubur dulu: menjadi penulis. Tanpa sadar, Ben mengutarakan rahasia kecilnya itu pada gadis yang dulu, amat ia tidak sukai.


Irina meringis keras. “Kau tidak mengerti, ya?”
“Apa?”
“Apa yang lebih mematikan, pistol atau pikiran?”
Ben tidak menjawab.
“Senapan memberimu kesempatan,” Irina berkata, “tapi pikiranlah yang memengaruhimu untuk menarik pelatuk.” (p. 242).


Semakin Ben dekat dengan Amy, semakin banyak hal yang berubah dalam dirinya, juga hidupnya. Amy membuatnya terbuka, bahkan Ben mulai bisa menceritakan kehidupannya, keluarganya—tentang kakaknya yang superior, Timothy dan Margareth, adik yang mendapatkan seluruh cinta dari keluarganya. Ia berbagi cerita-cerita kecil dengan Amy dan ia mendapatkan banyak hal dari gadis itu.


Kadang kau tidak butuh petualangan di hutan yang mendebarkan  atau perjalanan menuju belahan dunia lain untuk merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Kadang kau hanya perlu satu orang dan rasanya kau sudah bisa menggapai seluruh dunia dengannya (p. 259).


Amy sendiri merasakan kedekatan Ben dengannya membawa pengaruh yang besar dalam hidupnya. Semakin dekat dengan lelaki yang ia sukai membuat hari-harinya menyenangkan, namun kisah Amy tidak sepenuhnya bahagia karena penyakit dalam tubuhnya itu bisa membawanya pergi kapan saja.

Lalu … bagaimanakah Amy dan Ben akan menghadapi semuanya dengan waktu, yang terus membayangi langkah mereka?
.
.
.
.

“Jika aku tidak sakit, jika aku tidak akan pergi seperti secepat ini, jika Lana tak pernah memaksamu, jika semuanya belum serumit sekarang … apakah ada kesempatan kau akan melihatku—dan mungkin, mungkin saja, menyukaiku?” (p. 287).

.
.


Baca selengkapnya pada novel People Like Us karya Yosephine Monica ini! ^^


.
.
People Like Us adalah novel pertama—novel debut dari Yosephine Monica yang memenangkan kompetisi 100 Day of Romance, sebuah kompetisi menulis yang diselenggarakan oleh Penerbit Haru. Setelah membaca novel ini, saya bisa mengerti mengapa kisah ini bisa menjadi pemenangnya.

Kisah yang dituturkan oleh Yosephine ini begitu sederhana. Mengambil setting di kota Boston dengan kedua tokohnya yang memang warga asli Amerika, membuat kisah ini dituliskan dalam gaya bahasa layaknya novel terjemahan. Namun, Yosephine mampu memainkan perasaan pembaca dengan susunan kata-kata yang dipilihnya. Diksi yang dipakai sungguh sederhana, sebenarnya, namun begitu pas dan entah mengapa indah dengan kesederhanaannya sendiri. Tanpa disadari, saya pun larut pada kisah ini. Halaman demi halaman tidak terasa dibaca dan tahu-tahu, saya masuk ke dalam dunia Amy dan Ben. Keren sekali, saya selalu suka tulisan yang membuat saya tidak bisa berhenti membacanya hingga halaman terakhir :”) Banyak sekali kalimat-kalimat yang begitu relate-able dengan apa yang pembaca rasakan dalam hidupnya sehingga tulisannya bisa dipahami dengan baik. Dari banyak (baca: banyak) quotes, saya paling suka quotes di bawah ini:


“A-aku tidak tahu.” Dahi Lana berkerut saat dia mengedikkan bahu. “Aku pikir tidak apa-apa menangisinya sekali-sekali jika kita masih benar-benar melanjutkan hidup dan mencoba untuk bahagia.”
Kupikir butuh banyak keberanian untuk mencoba berbahagia.” (p. 311)


Dari sisi karakterisasi sendiri, tokoh Amy dan Ben benar-benar digali disini. Dalam alur maju-mundur yang dihadirkan Yosephine, kita bisa mengetahui bagaimana latar belakang kedua tokoh tersebut—apa yang menyebabkan mereka berlaku demikian, apa yang menjadi penting dalam hidup mereka, kejadian-kejadian yang membentuk diri mereka. Semakin kita membaca, semakin kita juga merasa dekat dan mengenal kedua tokoh tersebut. Saya bisa memahami sekali bagaimana karakter Ben yang cenderung dingin namun sebenarnya memiliki alasan di balik sikapnya. (oh, dan saya suka sekali kisah gajah di kebun binatang yang menjadi analogi untuk Ben :”))). Begitu pula dengan Amy. Walaupun terlihat seperti remaja perempuan kebanyakan, penyakit yang dideritanya membuatnya menjadi bijak :”) interaksi di antara keduanya pun sangat baik dan logis sekali. Ada saatnya saya ikut canggung, sedih, senang, gemas terhadap keduanya. Saya suka bagaimana Yosephine membangun hubungan mereka step by step sehingga terasa alami dan tidak dipaksakan ^^

Walaupun tema sick-lit seperti ini sudah mainstream, saya kira Yosephine berhasil membungkus ceritanya dengan baik. Yosephine bisa menuliskan cerita tentang perpisahan yang walaupun menyedihkan, namun tetap indah. Penyakit yang menjadi tema dalam cerita ini bukan sekadar tempelan dan berhasil diolah menjadi dasar yang kuat. Dan satu hal yang saya sangat apresiasi di sini adalah bahwa pada akhir cerita, perasaan Ben pada Amy sangat logis sekali. Kadang kita banyak menemukan cerita dengan akhir yang dipaksakan, termasuk dengan perasaan si tokoh yang terasa dipaksakan untuk memenuhi keinginan pembaca—atau bahkan penulis itu sendiri. Tapi, dalam kisah ini, saya rasa Yosephine ‘membiarkan’ Ben menentukan perasaannya sendiri—dan itulah, menurut saya, yang membuat kisah ini hidup (—well, setidaknya dalam diri saya).

Hampir tidak ada elemen yang mengganggu ketika saya membaca kisah ini. Semuanya berhasil dirancang dengan baik. Entah mengapa, ketika di akhir saya merasa sedikit hambar saja—padahal ini seharusnya menjadi puncak dari konflik yang menguras emosi. Well, barangkali emosi saya sudah habis di tengah perjalanan karena karya ini sejak awal sudah sarat emosi :’) barangkali saya memang menginginkan klimaks yang mengharu-biru, ya :’)

Penerbit Haru, seperti biasa, dengan timnya, berhasil membuat cerita-ceritanya bebas dari typo (another thumbs for the editor team ^^d). dan terima kasih untuk Penerbit Haru karena memilih karya ini sebagai pemenang sehingga saya bisa membacanya dan bisa menjadikan Yosephine Monica sebagai salah satu author favorit baru ^^

Impresi yang dirasakan ketika seorang pembaca pertama kali membaca tulisan seorang penulis sangatlah penting—hal itu kelak akan menentukan apakah pembaca tersebut akan membaca karya-karya lain dari penulis yang sama. Dan setelah membaca tulisan Yosephine dalam novel People Like Us ini, saya akan dengan senang hati membaca tulisan-tulisannya kelak ^^

Untuk menghindari spoiler dan ramblingan yang tidak jelas arahnya, maka saya cukupkan sampai disini saja. Dan sebagai penutup, saya ingin menyampaikan satu nilai penting yang saya dapatkan dari karya ini—menjadi bahagia selalu mungkin, sekalipun dalam kondisi terburuk. Semuanya ada dalam kepala kita, semuanya ada dalam pilihan kita :”))
.
.
.
.
Baiklah, sekian review novel People Like Us dari saya!
Tertarik untuk membaca novelnya? BURUAN BACAAA! :”)))))
Sudah membacanya? Yuk atuh kita FANGIRLING-an! :”)))))))))))
.
.
.

“Hanya karena kau punya banyak sekali kekurangan, bukan berarti kau tak layak untuk dicintai.” (p. 251).

.
.

Me gif:
THE FEELS IS REALLL


OPEN TO FANGIRL:
Quotes:
“Bahwa meskipun aku sering menulis cerita tentang jatuh cinta pada pandangan pertama, aku juga tidak percaya pada apa yang kutulis. Bahwa, kadang para penulis hanya mengisi kertas kosong dengan kalimat-kalimat penuh kebohongan yang tidak dipercayainya sama sekali.” (p. 175).
 ME:
AGREEEE

Inilah mengapa Amy tidak pernah suka menjadi sorotan publik. Orang-orang hanya akan mengingat kesalahanmu atau hal buruk yang terjadi padamu dan menghitungnya dengan jari, sementara kebaikan yang kau perbuat akan dilupakan karena tak cukup banyak jari yang tersisa untuk menghitungnya (p. 231).
 ME: 
HIT IT RIGHTTTTT


Amy mengernyit, terlihat kurang setuju dengan akhir cerita yang sebenarnya sudah bisa dia prediksi, “Kenapa kau tidak melakukan sesuatu untuk membuatnya tetap tinggal?” 
Kenapa aku harus menahan seseorang yang ingin pergi?”
ME:
KENAPAAAAAAA



“Hanya karena kau punya banyak sekali kekurangan, bukan berarti kau tak layak untuk dicintai.” (p. 251).
ME:
I'M SO DONE WITH THIS

.
.
.
Aku nggak paham kenapa Yosephine bisa menulis seindah ini. Do you know how much sticky notes that I’ve use to mark the quotes in this book?
I’M SO IN LOVE WITH HER WRITING~~~~~
Well, AND so envious too :”) (I’m older than her, btw :”)) (gegulingan)




[Review] Oppa & I: Love Signs by Orizuka & Lia Indra Andriana



Judul                     : Oppa & I; Love Signs
Penulis                  : Orizuka & Lia Indra Andriana
Penerbit                : Penerbit Haru
Tahun Terbit          : 2013
Cetakan                : Pertama
Spesifikasi             : 19 cm, 220 halaman
Jumlah Bab            : 12 (dua belas) bab
Harga                    : Rp. 39.000,-
Durasi Baca           : 5 Oktober-8 Oktober 2015
Kepemilikkan       : Kepemilikan sendiri (menang GA kak Lia Indra Andriana)
Rate                       : 4.5 of 5 ^^
.
.
Sinopsis;


Jae In:
Oppa.
Apa yang yang sedang terjadi?
Kenapa hidupku jadi serumit ini?
Kenapa aku tak bisa memahami perasaanku sendiri?

Jae Kwon:
Jae In-a.
Oppa pernah bilang kan, kalau Oppa akan selalu ada untukmu?
Jadi, kenapa kau harus menyimpannya sendiri?
Ada oppa di sini!


.
.
.
trailer: 

.
.
.
Cerita dimulai ketika pagi hari, Park Jae-In dan Park Jae-Kwon yang hendak masuk ke sekolah mereka menemui sekelompok fans Choi Seung Won yang sedang berkumpul—bergerombol mencari seorang perempuan yang digosipkan dekat dengan idola mereka. Kedua saudara yang tidak tahu apa-apa itu hanya bisa melanjutkan masuk ke kelas untuk mendapati berita yang menggemparkan: skandal menimpa Choi Seung Won, dan skandal itu melibatkan Jae-In!


Jae-In masih tidak tahu ini semua tentang apa, tetapi ia tahu satu hal. Apa pun yang berhubungan dengan Choi Seung Won selalu berhasil membuat kepalanya pusing (p. 14)


Ketegangan cerita dimulai di sini; Jae-kwon yang tidak suka adiknya digosipkan dengan Seung Won (tentu saja, apalagi gosipnya bukan gosip baik-baik), kesinisan fans-fans Seung Won pada Jae-In, Jae-In yang tertekan dan bingung bagaimana menghadapi konflik ini sementara Seung Won menghilang tanpa kabar, hingga puncaknya (menurut aku sendiri) adalah saat Seung Won mengatakan pada media bahwa Jae-In adalah kekasihnya!


Jae In mendesah. Jelas-jelas ia menggambar Seung Won. Si berengsek yang menghilang tanpa kabar selama berbulan-bulan. Si berengsek yang sedang jadi buah bibir di seantero negeri. Si berengsek yang berbagi skandal bersamanya (p. 40).


Hal itu menyulut berbagai macam konflik lainnya. Dengan bantuan teman-temannya, gosip itu dapat sedikit diredam. Seung Won sendiri tidak memberikan kabar dan itu membuat Jae-in gemas dibuatnya. Jae-In semakin bingung dengan lelaki itu. Jae-In yang kemudian kembali ke sekolah mendapatkan sambutan yang tidak mengenakan dari para penggemar Seung Won yang membuatnya sedikit tertekan.

Sebagai kakak, Jae Kwon tidak diam saja, ia pun membuat perhitungan dengan Choi Seung Won. Untuk menghibur adiknya dan menjauhkannya sejenak dari masalah skandal ini, Jae-Kwon pun mengajak Jae-In dan teman-temannya ke Busan untuk berlibur. Tanpa disangka, Busan yang seharusnya menjadi tempat liburan yang menyenangkan dan menjauhkan dari Seung Won ternyata menjadi tempat di mana Jae In kembali bertemu dengan Seung Won untuk pertama kalinya setelah skandal tersebut tersebar.

Banyak kejadian penting yang terjadi di Busan ini; interaksi antara Seung Won dan Park bersaudara, kejadian mengerikan yang membuat Jae-In marah pada kedua lelaki itu, hingga pada akhirnya, di kencan pertama mereka, Seung Won berkata pada Jae-In bahwa dia akan menarik segala ucapannya di media. 


Yang Jae In tidak tahu adalah perasaannya sendiri. Saat ini, perasaannya mengenai cowok itu seperti benang kusut; Jae In tidak tahu bagaimana harus mengurainya. (p. 138)


Namun yang paling utama, berbagai kejadian pada liburan musim panas mereka itu menjadi sebuah jembatan penghubung untuk menutup konflik-konflik yang ada dan pelan-pelan menjawab pertanyaan dalam hati Jae-In atas perasaannya pada Seung Won.
.
.
.

“Jae In-a, katakan saja sejujurnya pada oppa …” Jae Kwon mulai berbicara, mendekat ke arah Jae In. “Sebenarnya, apa yang kau inginkan?” (p. 172)

.
.


Baca selengkapnya pada novel Oppa & I: Love Signs karya Orizuka & Lia Indra Andriana ini! ^^


.
.
Oppa & I; Love Signs ini adalah buku ketiga dari seri Oppa & I yang ditulis oleh dua orang author yaitu, Orizuka dan Lia Indra Andriana. Novel ini diangkat dari webseries di koreanupdates.com. Novel ini adalah buku terakhir dari seri Oppa & I.

Sama seperti buku-buku sebelumnya, seri Oppa & I ini menyuguhkan cerita yang manis! Alurnya tidak terlalu cepat, namun juga tidak lambat, jadi sebagai pembaca, saya bisa menikmati perkembangan ceritanya dengan baik. Interaksi antara karakternya itu khas dan manis—dan yang aku suka dari seri ini, Kak Orizuka dan Kak Lia berhasil interaksi yang manis dan khas pada semua karakternya, bukan hanya pada karakter utamanya saja, karakter ‘pendukung’nya pun mendapat porsi yang sama-sama memberikan efek manis dan membuat mereka menjadi memorable juga :”)

Seperti pada buku-buku sebelumnya, selain kisah romansanya, di buku ini juga terasa sekali aura kekeluargaan dan persahabatannya. Selama menghadapi berbagai konflik dalam Oppa & I: Love Signs ini, Jae-In selalu mendapat bantuan dari orang-orang sekitarnya, mulai dari Jae-Kwon, Sara, Dae Suk, Ha Neul, Tae Jun dan bahkan Choi Seung Won yang dianggap sebagai biang keladi sebenarnya ikut membantu Jae-In dengan caranya sendiri. Walaupun begitu, peran Jae-Kwon sebagai oppa sangat terasa di sini :”) saya juga sangat menyukai bagaimana tiap karakter mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Walaupun pada buku ketiga ini fokus cerita ada pada Jae In, tapi perubahan Jae Kwon menurut saya sangat kentara sekali, dia semakin dewasa ^^

Kali ini, tidak ada hal yang mengganggu saya ketika membaca seri ketiga ini. Sepertinya, seri ini memang penutup yang sempurna ^^ saya suka bagaimana cerita pada buku ketiga ini seperti lingkaran yang utuh—tidak memiliki celah dan saling berhubungan ^^

Salut kepada tim yang melahirkan seri Oppa & I ini, selama membaca tiga bukunya, saya tidak menemukan salah ketik. Dan satu hal lagi yang saya ingin sampaikan, ilustrasi dalam setiap bab sangatlah menarik dan cute! Suka juga dengan komik mini yang nampang di akhir buku ^^

Dan sebagai penutup, saya ingin menyampaikan satu nilai penting yang saya dapatkan dari karya ini—bahwa barangkali, mencintai seseorang memang tidak membutuhkan alasan, tapi untuk melakukan sesuatu yang besar untuk seseorang, kita harus memiliki cinta yang besar untuknya pula ^^

.
.
.
Baiklah, sekian review novel Oppa & I; Love Signs dari saya!
Tertarik untuk membaca novelnya? RECOMMENDED BANGET BUAT DIBACAAA! :”)))))
Sudah membacanya? Yuk atuh kita FANGIRLING-an! :”)))))))))))
.
.
.

“Jae In-a, ingat, kau harus jujur tentang perasaanmu sendiri. Kenali tanda-tandanya, kau paham, kan?” (p. 112)

.
.

Me gif:

 
SATISFIED WITH THE ENTIRE SERIES!



[Review] Oppa & I: Love Missions by Orizuka & Lia Indra Andriana


Judul                     : Oppa & I; Love Missions
Penulis                   : Orizuka & Lia Indra Andriana
Penerbit                 : Penerbit Haru
Tahun Terbit            : 2012
Cetakan                  : Pertama
Spesifikasi              : 19 cm, 220 halaman
Jumlah Bab             : 11 (sebelas) bab
Harga                     : Rp. 35.000,-
Durasi Baca             : 28 September-1 Oktober 2015
Kepemilikkan          : Meminjam dari Dhenda Fildza ^^
Rate                       : 4 of 5 ^^
.
.
Sinopsis;


Jae In:
Oppa.
‘Cinta’ itu sebenarnya apa?
Kenapa ia tidak bisa membuat orang-orang tetap tinggal?
Katakan padaku, aku harus bagaimana?

Jae Kwon:
Jae In-a.
Tak usah cemas, ada Oppa di sampingmu, kan?
Kta akan melalui semuanya bersama.
Kau hanya harus percaya pada Oppa!


.
.

“Tidak bisakah kita jadi keluarga normal? Yang saling percaya? Saling Berbagi? Yang selalu ada untuk satu sama lain?” lanjut Jae-In. “Apa benar-benar tidak bisa?” (p.209)

.
.
Park Jae Kwon menyadari bahwa ada masalah baru pada keluarganya, ayahnya, Jae Bin, tidak pulang dan hanya meninggalkan sebuah sms—memintanya untuk menjaga keluarga mereka. Bersama adik kembarnya, Park Jae In, Jae Kwon berusaha untuk menyelesaikan masalah keluarga mereka.


“Appa sedang mengetesku apa aku bisa menjadi payung kalian atau tidak. Dan aku akan membuktikan kalau aku bisa.”

Aku … akan menjadi payung bagi keluarga kita,” ucap Jae Kwon dengan mata berbinar penuh keyakinan. (p. 9)


Jae Kwon dan Jae In pun mencari keberadaan ayah mereka. Lewat informasi teman ayahnya, mereka pun mengetahui bahwa ayahnya tinggal di sebuah apartemen. Ketika hendak mencari tahu lebih jauh ke apartemen yang dimaksud, disana Jae In bertemu dengan Choi Seung Won, anak lelaki menyebalkan yang kini sudah menjadi aktor di salah satu drama korea terkenal. Ternyata, Seung Won juga tinggal di apartemen itu. Walaupun tetap menyebalkan seperti biasa, Seung Won ternyata banyak membantu Jae In.

Jae Kwon sendiri, selain disibukkan oleh pekerjaannya dan masalah keluarga yang semakin rumit, ia pun harus menghadapi kenyataan bahwa Hye Rin tidak lagi bersikap sama seperti dulu. Ha Neul yang tiba-tiba menarik hatinya pun tidak bisa ia kejar karena sahabatnya, Dae Suk, sepertinya juga menyukai gadis itu.


Mata Ha Neul sangat berbahaya. Selain punya efek seperti lem, juga memberikan efek bius. Ia tak boleh lama-lama menatap mata itu (p.122)


Lalu, bagaimanakah Park bersaudara menghadapi segala masalah yang menimpa diri mereka? Akankah mereka bisa menyelesaikan semua masalah yang datang secara hampir bersamaan itu?
.
.

Jae In mengangguk, “Oppa satu-satunya orang yang kupercaya.”

“Jae In-a, sebenarnya aku senang mendengarnya, tapi mungkin ini saat yang tepat untuk belajar mempercayai orang lain,” (p.99)

.
.


Baca selengkapnya pada novel Oppa & I: Love Missions Orizuka & Lia Indra Andriana ini! ^^


.
.
Oppa & I; Love Missons ini adalah buku kedua dari seri Oppa & I yang ditulis oleh dua orang author yaitu, Orizuka dan Lia Indra Andriana. Novel ini diangkat dari webseries di koreanupdates.com. Novel ini adalah sekuel dari Oppa & I.

Menurut saya, sekuel ini jauuuuh lebih baik dibandingkan novel pertamanya ^^ Dalam sekuel ini, pengembangan plotnya menurut saya sangat baik—cerita digali lebih kompleks dan juga kita bisa mengenal karakter-karakternya lebih dalam.

Masalah utama dalam cerita kali ini tetap berkisar pada keluarga, dimana Jae Kwon dan Jae sekarang harus bekerja sama menyelesaikannya. Dengan adanya masalah pada keluarga mereka, aku kira hubungan adik-kakak itu semakin dekat dan mereka bisa bergantung satu sama lain :” walaupun begitu, tetap saja masalah pribadi dua tokoh utama kita ini juga menarik untuk diikuti. Bagaimana Jae In masuk dalam hubungan benci-tapi-bagaimana kepada Seung Won dan Jae Kwon yang mulai menyukai Ha Neul tetapi tidak ingin menyakiti hati Dae Suk yang sepertinya juga menyukai gadis itu, ini semua menurut saya membuat cerita ini menjadi lebih menarik untuk diikuti :”) Keberadaan sahabat-sahabat Jae Kwon dan Jae In juga memiliki peran yang cukup baik dalam cerita ini, begitu pula dengan Seung Won. Menurut saya, karakter Jae Kwon dan Seung Won sangat menonjol dalam seri kali ini <3 terlihat sekali pengembangan karakter mereka menjadi lebih dewasa dalam menyikapi permasalahan <3
Banyak hal-hal manis dalam novel ini, tapi tidak bisa kutuliskan karena takutnya spoiler

Dalam membuat ringkasan cerita di atas pun saya mendapati kesulitan karena bingung manakah momen yang baiknya kupilih … momen-momen kecil dalam cerita ini seperti membentuk satu kesatuan cerita yang utuh, dan inilah yang saya suka dari sekuel Oppa & I ini :”)

Oh ya, interaksi Jae Kwon-Ha Neul dan Seung Won-Jae In sangatlah manis <3 saya suka bagaimana Kak Orizuka dan Kak Lia mengembangkan hubungan mereka hingga sedemikian rupa sehingga mereka menjadi karakter-karakter yang adorable dan shippable bangeet <3

Salah satu hal yang mungkin menurut saya kurang dalam novel ini adalah dasar atau alasan terjadinya masalah atau konflik cerita ini :’) menurut saya, lagi-lagi alasan sang karakter untuk melakukan sesuatu yang kemudian menjadi sumber masalah ini kurang kuat dan cukup membuat saya terdiam karena sedikit kecewa ketika mengetahuinya :’) tapi, penyelesaian konflik yang baik dan perkembangan karakter serta plot yang menarik membuat kekecewaan itu tertutupi dan membuat saya yakin menaikkan rate cerita ini dari sekuel sebelumnya <3 I mean, really, who can resist a family genre with a cute romantic story? ;)

Entah saya yang terlalu terhanyut dalam cerita yang disuguhkan novel ini atau bagaimana, tapi lagi-lagi saya tidak menemukan adanya salah ketik! Keren sekali ketelitian editor dari tim Penerbit Haru! :”) untuk selipan penggunaan bahasa korea dalam novel ini juga masih dipertahankan dan sangat membantu sekali untuk membangun setting dan feel cerita ^^

Dan sebagai penutup, saya rasa, Oppa & I: Love Missions ini cocok menjadi pilihan teman-teman yang sedang butuh bacaan manis dan menyenangkan. You’ll definitely love it like I do! ^^

.
.
.
Baiklah, sekian review novel Oppa & I; Love Missions dari saya!
Tertarik untuk membaca novelnya? BURUAN BACAAA! :”)))))
Sudah membacanya? Yuk atuh kita FANGIRLING-an! :”)))))))))))
.
.
.

“Aku tak mengerti kenapa orang-orang di sekitarku senang berakting. Ayahku berakting seperti tak pernah terjadi apapun. Ibuku berakting tegar. Kakku juga berakting bisa mengatasi semuanya,” Jae In mengangkat kepalanya, lalu menatap Seung Won nanar. “Kenapa? Kenapa manusia senang berakting?” (p. 134)


Me gif:
HEY, THE SEQUEL IS GOOD.